MASIGNCLEAN101

GELIAT INDUSTRI HALAL DI NUSANTARA

8/16/2019

GELIAT INDUSTRI HALAL DI NUSANTARA
Oleh :
Rosita Isnaeni
(Departement Research)








Perkembangan industri halal dunia kini semakin marak. Tidak hanya di negara mayoritas muslim tetapi juga di negara minoritas muslim seperti Thailand, Korea Selatan, Rusia, dan Jepang. Hal ini juga turut terjadi di Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dengan keadaan semacam ini memberi peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan industri ini. Perkembangan industri halal terus terjadi karena semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan masyarakat akan produk halal. Industri halal pun sudah semakin merambah di berbagai sektor kehidupan. Tidak hanya dari sektor makanan dan minuman (mamin) saja, tapi juga sektor lainnya seperti hiburan, mode, keuangan dan obat-obatan.
Dikutip dari TribunNews.com berdasarkan pendapat pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Abra Talattov, Indonesia masih belum bisa menangkap potensi pasar industri halal terutama dalam negeri. Namun walau demikian, pemerintah Indonesia kini mulai berusaha untuk ikut berpartisipasi dalam perkembangan industri halal dunia. Dikutip dari website Kemenperin, Kementerian Perdagangan dan Industri (Kemenperin) kini bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengembangkan kawasan industri halal. Sebagai langkah awal, Kemenperin akan melakukan uji coba dengan cara pembuatan zona industri halal yang sudah mapan sebagai percontohan. Menurut Imam Haryono, Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kemenperin, pihaknya akan mengembangkan industri mamin terlebih dahulu karena hal itu yang cukup mendesak. Kemenperin pun mengakui sepenuhnya bahwa produk halal asal Indonesia masih belum mendominasi bahkan masih kalah dari negara minoritas muslim seperti Singapura dan Thailand. Hal ini dapat terjadi karena lambatnya kita dalam menangkap potensi tersebut. Tentu untuk menyusul negara lain yang sudah mapan dalam industri halal membutuhkan kerja keras namun bukan berarti tidak bisa sama sekali. Bahkan seharusnya Indonesia lebih percaya diri untuk mengembangkan industri ini, mengingat potensi yang dimiliki cukup besar. Apalagi Indonesia juga sudah pernah memperoleh 12 dari 16 penghargaan dalam ajang Word Halal Tourism Award 2016 hingga mendapat predikat pertama dalam  Muslim Travel Index (GMTI) 2019. Hal ini seharusnya menjadi pembakar semangat kita semua selaku warga negara Indonesia.
Peresmian Halal Park, yakni kawasan perbelanjaan produk halal yang berada di Senayan yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada hari Selasa 16 April 2019, juga menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam usahanya mengembangkan industri halal di Indonesia. Di dalam Halal Park tersebut setidaknya ada lebih dari 30 gerai produk syariah yang memasarkan produk halalnya. Namun sayangnya setelah satu bulan diresmikan Halal Park masih sepi pengunjung. Hal ini disinyalir karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang adanya Halal Park tersebut.
Selain itu dari segi keuangan, Bank Muamalat selaku bank syariah pertama di Indonesia juga semakin bervariasi produknya seperti halal travel dan turunannya (Haji dan umroh), halal food, islamic education, Islamic hospital, dan Islamic microfinance. Selain itu, Bank Muamalat juga meluncurkan pelayanan baru, terutama bagi generasi milenial, yakni Muamalat Hijrah Coffee. Bank syariah dari bank lainnya pun kini semakin berkembang. Tidak hanya itu, bank milik swasta kini juga berlomba-lomba memberikan fasilitas syariah yang menarik nasabah. Meski belum semapan bank konvensional bank syariah di Indonesia terus berkembang apalagi kini Otoritas Jasa Keuangan juga turut memperhatikan sektor keuangan syariah.
Namun demikian, dari sektor obat-obatan bahan baku obat di Indonesia masih mengandalkan produk non halal baik karena keterbatasan produk halal maupun karena alasan biaya. Sebagai contoh 44% produk gelatin masih berasal dari babi, sisanya berasal dari sapi baik tulang, kulit, maupun bagian lainnya. Produk gelatin yang berasal dari gelatin babi dianggap lebih murah, lebih elastis dan tahan lama.
Menjadi negara dengan penduduk mayoritas muslim selain menjadi potensi besar dalam pengembangan industri halal ternyata juga menyimpan ancaman, karena apabila tidak disertai dengan usaha untuk ikut serta menjadi peserta yang memproduksi produk halal kita selamanya hanya akan menjadi penonton yang terus mengkonsumsi produk halal dari luar negeri dan akan bergantung kepada pasokan barang impor. Masyarakat Indonesia juga seyogyanya mau untuk lebih memilih produk halal yang diproduksi dari dalam negeri untuk membantu mengangkat perekonomian para pelaku industri halal terutama bagi pelaku industri kecil dan mikro. Dengan semakin banyaknya peminat produk halal dalam negeri maka akan semakin banyak pihak yang berminat terjun didalamnya. Dengan semakin banyak pelaku industri halal, maka setiap pelaku industri akan bersaing untuk memberikan kualitas unggul bagi konsumen. Dan semakin baik kualitas produk akan semakin mudah membuat produk Indonesia bersaing go internasional. Selain itu, semua percepatan penyusunan regulasi terkait industri halal terutama non-keuangan juga diperlukan. Karena hingga saat ini payung hukum untuk industri non-keuangan masih belum jelas. Berbeda dengan industri keuangan syariah yang telah memiliki sejumlah regulasi dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan adanya payung hukum industri baik dari sektor keuangan dan non-keuangan akan membuat baik pemerintah maupun pelaku industri lebih dapat dengan jelas mengetahui apa yang akan dilakukan ataupun tidak dilakukan. Dengan payung hukum yang jelas juga akan membuat konsumen merasa aman dan terlindungi. Penguatan serta perluasan sertifikasi halal juga perlu dilakukan. Lembaga sertifikasi halal yang hingga saat ini masih dikelola oleh MUI hingga BPJPH terbentuk, harus dijadikan lembaga yang mendukung efisiensi pelayanan industri baik yang berskala nasional maupun nasional.  Pemerintah melalui lembaga yang telah ditunjuk seharusnya menggalakkan program edukasi dan pelatihan terutama bagi pelaku usaha kecil dan mikro guna peningkatan produk secara efisien dalam hal pengepakan, pelabelan hingga masalah pemasaran dan branding. Seyogyanya proses sertifikasi mampu mendukung pertumbuhan industri, bukan malah menjadi beban terutama dari sisi biaya dan proses yang rumit. Meski demikian sertifikasi pun juga harus diberikan dengan tetap menjaga standar kehalalan yang telah ditentukan oleh syariat islam.
Dari hal tersebut diatas saat disimpulkan bahwa industri halal di Indonesia masih belum mapan namun masih terus diusahakan agar tetap berkembang menuju kematangan. Proses menuju kematangan tersebut tentulah membutuhkan usaha serta uluran tangan dari setiap pihak di Indonesia baik dari pemerintah dari segi regulasi, sertifikasi maupun usaha lainnya kita pun sebagai warga negara seyogyanya turut serta menjadi pemain dalam industri halal dengan menjadi produsen yang mampu melihat besarnya peluang industri halal di Indonesia sehingga tidak direbut oleh pelaku industri halal luar negeri. Dan sebagai konsumen kita pun sebaiknya mendukung produsen dalam negeri dengan membeli produk dalam negeri.















Daftar Pustaka:
http://m.tribunnews.com/internasional/2019/05/19/industri-halal-sekadar-label-atau-gaya-hidup?page=all
http://m.industry.co.id/read/11859/meningkatnya-perkembangan-industri-halal-di-indonesia
https://www.itb.ac.id/news/read/57020/home/tantangan-dan-peluang-industri-halal-di-indonesia-dan-dunia
http://www.ibec-febui.com/industri-halal-di-dunia-serta-potensi-dan-perkembangannya-di-indonesia/
http://m.tribunnews.com/bisnis/2019/05/06/menelusuri-tren-industri-halal-yang-berkembang-pesat-di-indonesia
https://pin.it/zh2qkg25kea7l4 (gambar)

FOSEI UNSOED

Akun Official KSEI FOSEI Universitas Jenderal Soedirman