MASIGNCLEAN101

Polemik BPJS

7/11/2020

POLEMIK BPJS

Oleh: Departemen Fund Raising


Kesehatan merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi seluruh umat manusia sehingga perlu dijaga dengan baik. Jika seseorang jatuh sakit, maka akan berpengaruh pada seluruh aktivitasnya.

Kita hidup di negara berlandaskan Pancasila yang tentu menjamin keadilan sosial bagi rakyatnya tak terkecuali keadilan sosial pada bidang kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan program BPJS Kesehatan. Namun, di samping banyaknya manfaat yang didapat, penerapan BPJS Kesehatan masih menuai berbagai polemik, salah satunya dalam pandangan hukum Islam.

BPJS merupakan layanan kesehatan yang disediakan pemerintah bagi rakyat Indonesia dengan tujuan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial nasional. BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial resmi berlaku tanggal 1 Januari 2014. Badan ini dibentuk bedasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelnggara Jaminan Sosial.

Program ini sangat membantu masyarakat Indonesia yang kurang mampu dalam hal kesehatan. Manfaat yang didapat dengan mengikuti program ini adalah kemudahan layanan saat berobat, memberikan premi yang lebih murah, semua penyakit dapat ditanggun dengan menggunakan BPJS, dan jaminan kesehatan seumur hidup. Kemudahan layanan saat berobat ini dalam bentuk pelayanan. Pelayanan yang baik akan diberikan bagi masyarakat yang kurang mampu ini sehingga memudahkan mereka dalam pengobatan berbagai gejala yang mereka rasakan. Semua gejala atau penyakit dapat ditanggung dengan menggunakan BPJS tidak ada batasan dalam penyakit. Jadi, masyarakat kurang mampu tidak perlu khawatir untuk berobat dan check up. Serta yang terakhir adalah jaminan kesehatan seumur hidup. Pastinya jaminan ini akan memudahkan karena adanya kepastian yang menjanjikan, masyarakat kurang mampu menjadi percaya karena fasilitas BPJS ini memberikan proteksi seumur hidup.

BPJS juga dapat membantu pemrintah dalam mengurangi kemiskinan dengan adanya program Desa Sadar Jaminan Sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dengan kerja sama berbagai daerah yang ada di Indonesia dan beberapa perusahaan terkait. Adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan, jaminan sosial dalam menghadapi risiko-risiko sosial yang dapat menimpa pegawai dan manfaat BPJS Ketenagakerjaan sehingga sumber daya manusia Indonesia yang unggul dapat terbentuk dan kemiskinan dapat berkurang.

Penerapan BPJS pastinya tidak selalu mulus, terdapat beberapa kecurangan serta pelanggaran. Untuk pelanggaran dan kecurangan ini nantinya akan mendapatkan beberapa sanksi. Sanksi yang dijatuhkan bagi orang yang melanggar regulasi BPJS berupa administrasi, denda dan pidana. Berdasarkan pasal 17 tentang BPJS, pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak mendaftarkan dirinya dan pekerjanya menjadi peserta BPJS serta tidak memberi data yang benar maka dijatuhi sanksi administratif. Berupa teguran tertulis, denda dan atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Sedangkan, untuk sanksi pidana diatur dalam pasal 55 UU BPJS dapat diberikan kepada pemberi kerja yang tidak menunaikan kewajibannya membayar iuran kepada BPJS. Pidana yang dijatuhkan berupa penjara paling lama 8 tahun atau denda satu miliar rupiah.

Pemerintah menetapkan peraturan baru mengenai BPJS dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres tersebut menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk kembali menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dosen Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Pasundan, Firman Turmantara Endipradja menilai, keputusan presiden Jokowi dengan menaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan bentuk kebijakan inkonstitusional alias kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan Undang-undang Dasar 1945. Sudah tercatat jelas bahwa amanat konstitusi, UUD 45 merupakan implementasi dari dasar falsafah Pancasila. UUD 45 pun mengamanatkan presiden, pemerintah, atau negara untuk mensejahtarakan rakyat. Namun dengan dikeluarkannya kebijakan ini membuka ruang keraguan masyarakat dalam menilai keputusan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

Pemerintah mengklaim kenaikan iuran diperkirakan mampu membantu keuangan BPJS Kesehatan agar tidak terjadi defisit seperti yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Asumsi pemerintah, dengan menaikkan iuran sebesar dua kali lipat, maka dana BPJS Kesehatan akan surplus menjadi Rp11,59 triliun di tahun 2021.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan menimbulkan berbagai dampak, diantaranya adalah turun kelas. Peserta berencana untuk turun kelas karena merasa tidak sanggup jika harus membayar iuran dalam nominal yang lebih besar. Peserta kelas 1 berencana turun ke kelas 2 dan juga peserta kelas 2 turun ke kelas 3. Dampak selanjutnya yaitu banyaknya tunggakan iuran dari peserta, jika dilaporkan sebelumnya banyak peserta yang nunggak maka dengan adanya kenaikan iuran jumlah peserta yang nunggak akan lebih banyak lagi. Dampak lain yang dapat muncul adalah calon peserta enggan mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan. Masih banyak para pengusaha, pejabat hingga kalangan menengah ke atas yang belum menjadi peserta. Padahal BPJS Kesehatan merupakan program gotong royong subsidi silang. Dalam artian, ketika yang mampu membantu orang yang tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan. Adapun dampak positif dari penyesuaian iuran adalah kualitas pelayanan kepada peserta akan meningkat. Hal tersebut sejalan dengan dampak lainnya yakni pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan akan terjamin, seiring membaiknya arus kas BPJS Kesehatan.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa pemimpin yang mengatur urusan manusia (imam/khalifah) adalah bagaikan penggembala, dan dialah yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya (gembalaannya). Sehingga pemimpin dalam suatu negara wajib melindungi rakyatnya dan memberikan jaminan kepada rakyatnya. Dalam islam jaminan sosial merupakan bentuk jaminan atau bantuan yang diterima oleh masyarakat yang tidak mampu dari yang bercukupan, saling tolong menolong. Salah satu nama-nama Allah atau 99 asmaul husna yaitu Al Wahhab ( Maha Pemberi) dalam hubungannya pada ekonomi dan masyarakat adalah membangun sistem jaminan sosial yang tangguh, pelayanan pendidikan, dan kesehatan yang memadai bagi masyarakat.

Undang-Undang tentang sistem jaminan sosial menyebutkan bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jaminan sosial merupakan sistem asuransi sosial yang merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta. Jaminan sosial di Indonesia berada dalam wewenang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), terdapat dua program yaitu BPJS kesehatan dan BPJS Ketanagakerjaan yang baru diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013, pelaksanaan BPJS kesehatan baru dimulai pada tanggal 1 Januari 2014.

Tujuan adanya BPJS kesehatan adalah untuk memberikan jaminan berupa kesehatan kepada masyarakat agar memperoleh kemudahan dalam berobat. Dalam syariat islam tujuan dalam mencapai kehidupan yang lebih baik dan layak disebut dengan Maqashid Syariah yaitu bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia. Jaminan sosial BPJS Kesehatan merupakan bentuk perlindungan dan tanggung jawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya.

Kebijakan pemerintah tentang jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban negara dalam melindungi rakyat. Jaminan sosial BPJS kesehatan jika dilihat dari maqashid syariah bahwa jaminan tersebut harus memberikan kemaslahatan bagi semua elemen masyarakat, agar masyarakat memiliki kehidupan yang lebih baik dan kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Dalam maqashid syariah ada 5 tujuan yang harus terpenuhi yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kondisi yang ideal dalam memberikan jaminan sosial atau BPJS kesehatan dalam syariat islam adalah terpenuhi semua tujuan dari maqashid syariah bagi semua masyarakat.

Rincian hukum BPJS dikategorikan menjadi 3: (1) PBI (Peserta Bantuan Iuran) Murni gratis dengan subsidi dari pemerintah bagi WNI yang telah direkomendasikan sebagai warga yg tidak mampu. (2) Non PBI diperuntukkan bagi PNS/POLRI/TNI/ABRI, organisasi, lembaga dan perusahaan. Dana ditanggung oleh instansi yang bersangkutan dan juga sebagiannya ditanggung peserta. (3) Mandiri, bersifat premi iuran dengan tiga kategori kelas sebagaimana telah disebutkan. Jika terjadi keterlambatan menyetor iuran maka terkena denda dan ini masuk kategori unsur riba dan gharar.
Jadi, BPJS yangg diperbolehkan adalah kategori 1 karena murni gratis tanpa premi dan tanpa denda. Kategori 2 dibolehkan bila tanpa premi (tidak ada premi yang dipotong dari gaji) dan tidak ada denda. Sedangkan kategori 3, haram untuk diikuti dengan karena ada unsur gharar dan riba. Ghararnya dari sisi spekulasi yang tinggi untuk rugi karena resiko tidak bisa dipastikan. Accident belum pasti pula terjadi.

Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi berpendapat bahwa sebagian besar dengan adanya BPJS ini sangat baik dan bagus dari pemerintah terhadap rakyatnya, hanya saja karena ada satu akad yang mengandung unsur ribawi yakni bila terjadinya keterlambatan pembayaran maka pada bulan berikutnya akan dikenakan denda Rp 10.000. Unsur inilah yang pada akhirnya dipermasalahkan dan menjadikan BPJS: haram. (Dinukil dari SalamDakwah.Com)

Jika kita tidak bisa masuk kategori 1 karena tidak ada rekomendasi dari RT bahwa kita tidak mampu, kita juga tidak bisa ikut kategori 2 karena kita bukan PNS atau semisalnya, maka bisa mendaftar BPJS ketika kondisi dalam kedaruratan.

Jika Sakit Parah dan Untuk Berobat Butuh Biaya Besar, misalnya dalam kasus: ada seseorang yang sakit parah hingga harus keluar biaya puluhan juta. Awalnya keluarganya bukan kategori orang miskin. Namun saat itu mereka benar-benar tidak mampu membayar biaya sebesar itu, maka boleh bagi mereka mendaftar BPJS kategori 1.

Kesimpulannya adalah, BPJS telah menjadi salah satu program asuransi yang pemerintah yang memberikan keringanan kepada masyarakat yang menghadapi situasi yang tidak tertuga, khususnya dalam perihal kesehatan dan keselamatan kerja. BPJS ini juga dapat menjadi salah satu wadah bagi kita untuk menolong sesama, walaupun tidak secara langsung. Namun beberapa kebijakan seperti penetapan jumlah iuran yang harus dibayar oleh masyarakat dirasa cukup memberatkan. Terlebih karena terjadinya defisit yang membuat pemerintah kembali membuat kebijakan untuk menaikkan jumlah iuran BPJS. Hal ini perlu dikaji lebih dalam lagi, tidak semata-mata menaikkan jumlah iuran, akan tetapi harus membenahi beberapa sistem pengalokasian dana BPJS. Yang harus diperhatikan juga adalah hukum syariah Islam yang mendasari bahwa BPJS ini halal, baik dalam akad dan juga proses dan prosedurnya. Jangan sampai niat awal untuk membantu meringankan beban masyarakat menjadi memberatkan, apalagi menjadi haram hukumnya.


Referensi


  • https://googleweblight.com/i?u=https://www.kompasiana.com/abdlatif/58a2bb7021afbdcf0928350e/tinjauan-tentang-jaminan-sosial-bpjs-kesehatan-dalam-kaitannya-dengan-pemenuhan-maqashid-syariah&hl=en-ID
  • https://googleweblight.com/i?u=https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/12&hl=en-ID
  • https://googleweblight.com/i?u=https://muslim.or.id/23816-hukum-bpjs.html&hl=en-ID
  • https://ejournal.upi.edu/index.php/aset/article/download/16898/9859
  • https://e-journal.unair.ac.id/JAKI/article/download/5141/4998
FOSEI UNSOED

Akun Official KSEI FOSEI Universitas Jenderal Soedirman