7/11/2020
SINERGI JARING PENGAMAN SOSIAL PEMERINTAH DENGAN FILANTROPI ISLAM DALAM UPAYA PENYELAMATAN MASYARAKAT SAAT PANDEMI
Oleh: Departemen External Affair
Bermula dari Wuhan pada akhir Desember 2019, Corona Virus Disease (COVID-19) menyebar ke seluruh penjuru mata angin. Lebih dari 3,7 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan tak kurang dari 258 ribu orang di antaranya meninggal dunia. Data terbaru per tanggal 10 Juni 2020 sebanyak 7,03 juta orang terkonfirmasi positif COVID-19 di seluruh dunia sedangkan di Indonesia sebanyak 33.076 kasus positif COVID-19 dengan perbandingan 11.414 pasien dinyatakan sembuh. Kejadian luar biasa pandemi COVID-19 disebabkan penularannya begitu cepat apabila masyarakat beraktivitas seperti biasa, risiko lebih tinggi karena virus tersebut menular lewat kontak dari satu orang ke banyak orang. Untuk mengurangi merebaknya virus pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Pukulan berat dirasakan masyarakat yang tidak semuanya mampu memenuhi kebutuhan hidup apabila dibatasi aktivitas produktifnya.
Mata rantai dampak yang dirasakan begitu besar menjadikan wabah global ini memukul pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. The Economist Intelligence Unit memperkirakan scenario terburuk sampai pada -2,2persen. Indonesia pun tidak luput dari bencana global ini, yang apabila dampaknya tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan kerusakan sangat parah di setiap lini kehidupan, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan miskin yang kehilangan penghasilannya.
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta (Senin, 20/04/2020) sampai mengutarakan kemendesakan situasi dan tindakan yang harus dilakukan oleh Kementerian terkait seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Keuangan. Intinya, Presiden meminta agar bantuan sosial harus segera turun pada pekan ketiga April 2020 tersebut. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam bantuan sosial itu tak lepas dari perannya sebagai bendahara negara yang mengalokasikasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk mencegah krisis ekonomi dan keuangan. Angka tersebut antara lain digunakan untuk intervensi penanggulangan melalui insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan sebesar Rp75 triliun, program jaring pengaman social masyarakat sebesar Rp110 triliun, sector industri melalui insentif perpajakan dan stimulus Kredit usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun.
Menyoroti program jaminan sosial yang menjadi salah satu fokus pemerintah dalam menghadapi pandemi dibawah koordinasi Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yaitu Menteri Sosial dan Menteri Desa Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Antara lain program sembako yang semula 15,2 juta dinaikkan menjadi 20 juta, kemudian program PKH/Program Keluarga Harapan yang semula 9,2 juta menjadi 10 juta jiwa penerimanya, dan ada juga bantuan listrik untuk keluarga tidak mampu. Bantuan Langsung Tunai dari Dana Desa juga di alokasikan 12,3 juta Kartu Keluarga penerima manfaat dengan kebijakan pemotongan anggaran 35 persen Dana Desa per bulan dalam jangka waktu April sampai Juni sebesar Rp 600.000 per bulan. Selain bantuan social, stimulus fiskal disiapkan Kementerian Keuangan menghadapi tekanan dan khususnya membantu masyarakat miskin dan rentang miskin, serta menyelamatkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Fenomena yang seringkali muncul ketika terjadi bencana alam, krisis, termasuk penyebaran virus seperti COVID-19 yaitu merebaknya pamflet, ajakan, dan informasi terkait kepedulian saling membantu bergotong – royong menghadapi pandemi COVID-19 di masyarakat. Aplikasi social media seperti Whatsapp, Instagram, Facebook menjadi salah satu media yang paling marak menyebarkan informasi tersebut. Sikap masyarakat saat pandemic untuk bergotong royong menjadi unsur yang tidak terlepas dari filantropi. Sebagai sebuah gagasan, istilah “filantropi”, yang dalam bahasa Indonesia dimaknai “kedermawanan” dan “cinta kasih” terhadap sesama belum terlalu dikenal oleh khalayak luas, meski secara praktis kegiatan filantropi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Indonesia (Latief, 2013). Menurut elaborasi Hilman Latief (2013) konsep filantropi berhubungan erat dengan rasa kepedulian, solidaritas dan relasi sosial antara orang miskin dan orang kaya, antara yang “kuat‟ dan yang “lemah”, antara yang “beruntung” dan “tidak beruntung” serta antara yang “kuasa” dan “tuna-kuasa”. Dalam perkembangannya, konsep filantropi dimaknai secara lebih luas yakni tidak hanya berhubungan dengan kegiatan berderma itu sendiri melainkan pada bagaimana keefektifan sebuah kegiatan “memberi‟, baik material maupun non-material, dapat mendorong perubahan kolektif di masyarakat.
Sebagai negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia, masyarakat Indonesia tentu sejalan dengan gagasan filantropi. Dalam Al Quran dan hadits menegaskan pentingnya kedermawanan kepada sesama manusia terutama kepada fakir miskin dan anak yatim.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Attaubah 9: 103).
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, (yaitu) orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong) dengan barang berguna.” (QS Al-Mâ’ûn, 107: 1-7)
Istilah filantropi Islam dalam QS Al Kahfi (18):30 bisa diartikan sebagai bentuk kebaikan hakiki (albirr) yang merupakan perwujudan fundamental keimanan. Kebaikan hakiki merupakan perwujudan iman yang benar dan ketaatan kepada Allah yang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang kepada sesama manusia.
Beberapa solusi dari konsep filantropi islam yang dijalankan oleh masyarakat maupun di gencarkan oleh lembag filantropi atau organisasi nirlaba di Indonesia seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lazis (Lembaga Amal Zakat, Infaq, dan Sedekah) dalam mengumpulkan Ziswaf (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf) antara lain:
Pertama, penyaluran bantuan langsung tunai yang berasal dari zakat, infak dan sedekah, baik yang berasal dari unit-unit pengumpul zakat maupun dari masyarakat. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya dapat difokuskan kepada orang miskin yang terdampak COVID-19 secara langsung, sebagai salah satu yang berhak menerimanya (mustahik). Poin ini adalah skema filantropi Ekonomi Islam yang memiliki potensi besar bagi perekonomian masyarakat.
Kedua, penguatan wakaf uang baik dengan skema wakaf tunai, wakaf produktif maupun waqf linked sukuk perlu ditingkatkan. Badan Wakaf Indonesia (BWI) perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah untuk mempromosikan skema wakaf ini agar dapat digunakan sebagian untuk pembangunan berbagai infrastruktur berbasis wakaf seperti Rumah Sakit Wakaf (RSW) khusus korban COVID-19, Alat Pelindung Diri (APD) wakaf, masker wakaf, poliklinik wakaf, Rumah Isolasi Wakaf (RIW), pengadaan ventilator wakaf, universitas wakaf dan lainnya. Manajemen wakaf harus dilakukan secara profesional, sehingga wakaf dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Ketiga, bantuan modal usaha unggulan saat krisis. Di tengah-tengah krisis, tidak sedikit sektor usaha atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berjuang agar tetap eksis. Usaha ini seringkali sulit bertahan karena keterbatasan permodalan. Keberadaan UMKM sebagai kelompok non-muzakki adalah kelompok yang sangat rentan untuk jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan kebangkrutan karena goncangan atau hantaman ekonomi.
Keempat, permodalan usaha di atas juga dapat diikuti dengan dengan pinjaman qardhul hasan. Dalam terminologi ekonomi/keuangan syariah, qardhul hasan adalah pinjaman yang tidak mengambil manfaat (keuntungan) apapun namun tetap ditekankan untuk dibayarkan kembali. Produk/skema ini merupakan salah satu produk/skema sistem keuangan syariah yang sangat penting dalam mendukung pemulihan atau menopang perekonomian.
Diantara pilihan penyaluran yang dapat dilakukan adalah melalui:
- Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam membiayai usaha nano dimana dananya dapat berasal dari beberapa sumber, baik dari masyarakat umum, perusahaan swasta maupun BUMN/BUMD;
- Pinjaman langsung tanpa margin baik untuk usaha maupun konsumsi yang disalurkan oleh perusahaan (swasta atau BUMN/BUMD) kepada karyawan atau mitranya (seperti pengemudi ojek online) dimana dananya dapat berasal dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau pos lainnya. Untuk meningkatkan dana CSR, pemerintah perlu mempertegas kewajiban dan kontribusi CSR yang lebih tinggi baik dari BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta.
Kelima, selain dari sektor perbankan syariah dan qardhul hasan, sebagian dana yang dikumpulkan oleh unit-unit atau organisasi pengumpul zakat, khususnya yang ada di daerah, dapat digunakan untuk memperkuat usaha UMKM. Menyelamatkan kelompok UMKM yang krisis atau terancam bangkrut karena terkena dampak ekonomi dari wabah COVID-19, dapat dikategorikan sebagai golongan asnaf (penerima zakat), yaitu sebagai kelompok miskin, berjuang di jalan Allah (fii sabilillah), atau orang yang berhutang (gharimin).
Keenam, pengembangan teknologi finansial syariah untuk memperlancar likuiditas pelaku pasar daring secara syariah, dimana pada saat yang bersamaan juga diupayakan peningkatan fokus pada social finance (zakat, infak, sedekah dan wakaf) di samping commercial finance. Termasuk pengembangan market place untuk mengumpulkan pasar tradisional dan UMKM yang berjumlah hampir 60 juta saat ini, dengan tujuan mempertemukan permintaan dan penawaran baik di dalam negeri maupun luar negeri, khususnya di masa-masa lockdown karena pandemi.
Pada akhirnya, program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dari pemerintah tidak jauh berbeda dengan gagasan filantropi yang di gencarkan oleh masyarakat secara pribadi maupun oleh organisasi nirlaba. Sedikit perbedaan terlihat pada kebijakan JPS, pemerintah dapat mengubah proporsinya dari APBN menyesuaikan kondisi masyarakat sedangkan filantropi organisasi nirlaba terus berjalan tidak hanya ketika terjadi bencana tetapi terus berjalan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus mendukung program pemerintah dalam bidang sosial. Diharapkan dapat meningkatkan kembali aggregate demand dan aggregate supply ke kanan (dalam kurva demand and supply) diikuti dengan pembangunan pasar daring yang fokus kepada UMKM yang mempertemukan permintaan dan penawaran, sehingga surplus ekonomi terbentuk kembali dan membantu percepatan pemulihan ekonomi. Selanjutnya, langkah sinergi yang dapat diterapkan yaitu menyerukan gerakan Solidarity Fund secara nasional dan besar-besaran yang dipimpin langsung oleh Presiden RI dan didukung oleh seluruh media mainstream nasional serta media sosial resmi pemerintah dan masyarakat.
REFERENSI
- (2020, June 10). Retrieved from FISIPOL UGM CREATIVE HUB: https://chub.fisipol.ugm.ac.id/2020/02/03/mengenal-filantropi-sosial/
- (2020, June 10). Retrieved from https://jalandamai.net/filantropi-islam-kasih-sayang.html
- Aris Puji Purwatiningsih, M. Y. (2018). Literature Review Filantropi Islam antara Tahun 2008 hingga 2018. Jurnal Al-Muzara’ah, 129-138.
- Baznas. (2020, June 10). Retrieved from Baznas.go.id: https://baznas.go.id/pendistribusian/baznas/2072-ziswaf-dan-resesi-ekonomi-di-era-pandemi
- Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2020, June 10). Retrieved from Kemenkeu.go.id: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/solusi-ekonomi-dan-keuangan-islam-saat-pandemi-covid-19/
comment 0 Comment
more_vert