MASIGNCLEAN101

Tanpa Uang Tunai, Bagaimana Dengan Transaksi Gopay? - Perspektif Ekonomi Islam

11/30/2021

Tanpa Uang Tunai, Bagaimana Dengan Transaksi Gopay? - Perspektif Ekonomi Islam

Penulis : Inggus Andiana
Internal - Article Competition for Shar'E-Magz


Sadar atau tidak, era digital saat ini telah membawa kita pada fenomena cashless society khususnya transaksi GoPay. Masyarakat dengan mayoritas beragama muslim perlahan mulai menggeser transaksi dari tunai ke non-tunai. Bahkan dari tahun 2013 hingga 2017 transaksi tumbuh sebesar 169 persen yaitu dari 49 triliun rupiah hingga 132 triliun rupiah. Pertumbuhan transaksi tertinggi didominasi oleh transaksi melalui aplikasi mobile yang tumbuh sebesar 383 persen sejak 2013. 

Selain itu, transaksi untuk ritel melalui aplikasi seluler tumbuh paling tinggi dengan pertumbuh sebesar 2.437 persen dari 1 triliun rupiah pada tahun 2013 menjadi Rp 38 triliun pada tahun 2017 (BPSI, 2018). Pada tahun 2018 Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa jumlah transaksi elektronik mencapai 24,82 juta transaksi dengan nilai transaksi 17,21 triliun rupiah dan diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna internet, seluler, dan media sosial.

Dari data tersebut mempresentasikan revolusi gaya hidup masyarakat di era digital yang menjadi peluang sekaligus tantangan bagi sistem ekonomi islam di Indonesia. Peluang bagi para ekonom rabbani untuk memberikan edukasi mengenai revolusi gaya hidup sehingga dapat terus menjunjung tinggi nilai – nilai ekonomi islam. Selain itu revolusi cashless society di era digital telah menjadi salah satu masterplan ekonomi islam di Indonesia 2019 – 2024 sebagai bentuk penguatan ekonomi digital di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena Indonesia menjadi konsumen produk pasar digital terbesar di  Asia Tenggara (BPS dan BPPN, 2018).

Transaksi GoPay Dalam Ekonomi Islam

Pada dasarnya kontrak yang terdapat dalam transaksi GoPay atau pada Fintech sejenis lainnya tidak bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam. Hal tersebut mengacu pada salah satu prinsip muamalah yaitu an taradhin yang berarti persetujuan bersama antara kedua belah pihak. Atas dasar hal tersebut maka kontrak atau transaksi antara kedua belah pihak menjadi sah (Arner, 2014). Namun dalam menganalisis transaksi GoPay tidak hanya berdasar konsep an taradhin saja tetapi harus dikaitkan dengan prinsip-prinsip syariah. Menurut Zafani dan Rifqi (2020) transaksi GoPay memenuhi beberapa prinsip ekonomi islam, diantaranya:

  • Dilihat dari fungsinya

Berdasarkan fungsi, GoPay sudah memiliki fungsi sebagai alat tukar dalam ekonomi Islam, yaitu sebagai ukuran standar nilai, alat tukar dan alat pembayaran yang ditangguhkan.

  • Dilihat dari penerimaan masyarakat

GoPay diterima secara luas oleh setiap individu dan telah dilegitimasi oleh hukum yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 117/DSN-MUI/II/2019 tentang Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Layanan Berdasarkan Prinsip Syariah.

  • Dilihat dari transaksi

  1. Di GoPay tidak ada penambahan atau bunga ke saldo GoPay saat pelanggan melakukan top-up.
  2. Transaksi GoPay termasuk dalam akad wadiah. Alasannya, karena GoPay adalah dompet untuk membayar semua transaksi yang dilakukan oleh Go-Jek dan merchant yang menerima transaksi melalui GoPay. Pelanggan hanya menyetorkan uangnya di GoPay yang nantinya akanakan digunakan dalam transaksi. Sehingga kontrak yang terjadi padapelanggan dan GoPay adalah wadi'ah.

Berdasarkan penjelasan transaksi GoPay dan cashless society di atas, dapat disimpulkan bahwa transaksi GoPay prakteknya sesuai dengan kaidah-kaidah dalam ekonomi Islam. Hal ini dapat dibuktikan dalam transaksi bahwa tidak ada pihak yang kehilangan uang antara pelanggan dan penyedia layanan, dan tidak ada kepentingan dalam transaksi. Wallahu a’lam bishawab ..


FOSEI UNSOED

Akun Official KSEI FOSEI Universitas Jenderal Soedirman