MASIGNCLEAN101

Fear of Missing Out (FoMo)

6/29/2022

 JOIN THIS TREND OR NO?

Penulis : Prisilia Hadi
Reseach Department

        Saat ini, ramai para remaja yang menjadi shopee affiliator. Para remaja tersebut biasanya merupakan influencer di suatu media sosial dengan jumlah pengikut yang banyak. Tugas seorang affiliator adalah sebagai content creator yang mempromosikan berbagai macam produk dan memberikan tautan pembelian produk di media sosialnya. Sebagai imbalannya, para shopee affiliator tersebut akan diberikan komisi sebesar 2,5 – 10%, jika berhasil mempromosikan produk ke penonton sosial medianya. 

Dengan adanya Shopee Affiliate Program ini, banyak sekali masyarakat yang tertarik untuk membeli atau para remaja lainnya yang turut mengikuti tren. Promosi yang dilakukan oleh teman sebaya lebih berdampak pada pembelian, dikarenakan merasa ingin sama seperti remaja yang memeragakan produk tersebut. Misalnya ketika para affiliator berhasil menjadikan sebuah model pakaian menjadi viral, atau contentnya sering for your page (fyp) maka semakin banyak pula remaja yang tertarik untuk membeli produk tersebut. Hal ini juga didorong oleh fakta bahwa remaja cenderung bersifat lebih labil dan mudah terpengaruh oleh hal lain, maka mereka akan ikut meramaikan tren, sehingga beramai-ramai men- check out pakaian tersebut dari keranjang belanjaannya. Bahkan jika remaja tersebut tidak men-check outnya, maka ia akan dihantui oleh rasa Fear of Missing Out (FoMO), merasa berbeda, tidak puas, dan takut dijauhi oleh teman-temannya yang sudah memiliki model pakaian tersebut. 

Perasaan FoMO ini dapat terjadi pada semua gender dan umur. Namun fenomena FoMO lebih sering dirasakan oleh para remaja. Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) ini tidak seharusnya dilakukan. Seseorang yang mengalami FoMO memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah karena terus membandingkan hidupnya dengan orang lain. Perasaan FoMO yang dibiarkan dapat memicu munculnya hal negatif seperti kelelahan, stres, depresi, bahkan masalah sulit tidur. Perasaan tersebut akan mempengaruhi ketidakpuasan seseorang pada hidup mereka dan merasa apa yang telah dilakukan atau dimiliki seakan tidak pernah cukup. Selain itu, FoMO juga dapat memicu munculnya masalah finansial misalnya, seseorang akan rela mengeluarkan biaya yang besar demi tetap up-to-date dan tidak ketinggalan zaman. 

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengulas bagaimana kaitannya antara fenomena berbelanja mengikuti tren dan risiko merasakan FoMO di kalangan remaja, dengan melihat dari aspek sosial, ekonomi, dan religiusitas. Esai ini bertujuan untuk mengetahui kaitan fenomena berbelanja di kalangan remaja, utamanya remaja perempuan dengan sikap Fear of Missing Out (FoMO), serta untuk memperbaiki perilaku berbelanja remaja masa kini. Jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 205 juta pada Januari 2022. Ini berarti ada 73,7% dari populasi Indonesia yang telah menggunakan internet, sehingga tak heran jika para remaja cenderung menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet untuk melakukan apa pun termasuk berhubungan dengan orang lain melalui media sosial. 

Kehidupan di dunia maya tersebut membentuk konsep diri ideal bagi penggunanya dan akhirnya membuat para remaja berlomba-lomba membentuk citranya sesuai dengan keinginannya dengan cara apa pun. (Beyens, Frison, & Eggermont, 2016). Semakin sering seseorang menggunakan media sosial pada handphonenya maka akan semakin tinggi pula kemungkinan individu memiliki kecenderungan FoMo yang berlebih hingga dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur FoMo yaitu dengan melihat berdasarkan: 

a. Keterlibatan seseorang dengan sosial media 
b. Kepuasan hidup 
c. Kemandirian 
d. Kompetensi/ Keilmuan yang dimiliki 
e. Hubungan dengan orang lain yang dirasakan pada kehidupan sehari-hari. 

Keterkaitan antara kelima aspek tersebut adalah ketika seseorang merasakan semakin berkurangnya kemandirian, kompetensi dan hubungan dengan orang lain, maka mereka akan cenderung mengalami FoMo. Misalnya menjadi kecanduan dalam menggunakan internet, sehingga individu tersebut merasa bahwa dunia maya lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata (Kim, 2013). Hal ini mencerminkan bahwa individu tersebut memiliki ketergantungan dalam kehidupan sosialnya yang juga dapat berdampak pada kesulitan dalam mengikuti dan menyesuaikan diri di dunia nyata, sehingga kualitas hidupnya dapat menurun ataupun hilang sama sekali, akibatnya orang tersebut menjadi lebih sering menggunakan sosial media dibandingkan berhubungan langsung dengan orang lain. 

Selain itu, secara kuantitatif FoMO dapat diukur dengan menggunakan fear of missing out scale yang dikembangkan Przybylski et al. (2013). Skala tersebut bersifat unidimentional dan terdiri dari 10 item dengan koefisien Cronbach,s alpha sebesar 0,810. Contoh item dari skala ini adalah “Saya takut orang lain memiliki pengalaman yang lebih menyenangkan daripada saya”. Item-item pada skala ini terdiri dari skala likert rentang skor 1 hingga 5 dengan bentuk pilihan jawaban “tidak seluruhnya diri saya” hingga “keseluruhan diri saya”. FoMo merupakan fenomena yang negatif karena dapat menjadi ajang pamer, membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif dan kurang bersyukur. Misalnya ketika remaja A sudah membeli dan memakai tren model pakaian terbaru, sedangkan remaja B belum memilikinya, maka remaja A akan memperlihatkan seberapa puasnya ia mengikuti tren pakaian tersebut, sehingga remaja B merasakan FoMO. Padahal sejatinya, sebagai seorang muslim yang beriman, tidak sepatutnya kita memamerkan apa yang kita miliki kepada saudara sesama muslim pula, karena akan dapat menimbulkan rasa iri hati dan dengki. 

Dalam Q.S Al- Ma’un 107: ayat 6, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
“yang berbuat riya',“ 

Dari ayat tersebut, disampaikan bahwa salah satu orang yang mendustakan agama adalah orang yang berbuat riya'. Sehingga perbuatan riya' (pamer) sangat tidak dianjurkan dalam Islam. Selain itu, perilaku remaja yang sering check out belanja demi mengikuti trend fashion terkini akan menyebabkan terbentuknya jiwa-jiwa konsumtif atau perilaku yang berlebih-lebihan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam QS. Al-A’raf 7: Ayat 31 sebagai berikut:


“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian yang bagus ketika hendak memasuki masjid atau akan beribadah, serta dianjurkan pula untuk tidak berlebih-lebihan. Jika para remaja terusmenerus mengikuti trend fashion terbaru dari waktu ke waktu, maka akan terjadi penumpukan pakaian, dan timbul perilaku menghambur-hamburkan uang hanya untuk berbelanja agar terpenuhinya keinginan, bukan kebutuhan, demi agar merasa tidak kehilangan momen atau dianggap kuno karena tidak mengikuti tren kekinian. 

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Yang akan mengiringi mayit (hingga ke kubur) ada tiga. Yang dua akan kembali, sedangkan yang satu akan menemaninya. Yang mengiringinya tadi adalah keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali. Sedangkan yang tetap menemani hanya lah amalnya.” (HR. Bukhari No. 6514 dan Muslim No. 2960) 

Dari hadits tersebut, disebutkan bahwa meskipun secara fisik, barang yang kita miliki tidak akan kita bawa ke liang lahad, namun jika kita berpikir lebih dalam lagi barang-barang tersebut akan kita “bawa”. Sebab akan ada pertanyaan-pertanyaan dari Allah tentang mereka: mengapa barang tersebut dibeli? Untuk apa? Dengan apa? Untuk apa dibeli jika tidak digunakan? Bukan kah ada banyak orang yang lebih membutuhkan?. Selain itu, saya juga menjadi semakin yakin bahwasanya gaya hidup minimalis dapat menjadi salah satu alternatif cara untuk menggapai ketakwaan, agar kehidupannya tertata sehingga sesuai dengan perintah Allah SWT dan jauh dari larangan-Nya. Remaja yang berpotensi mengalami FoMo akan menganggap setiap tren sebagai hal yang sangat penting dan akan timbul perasaan cemas mendapatkan penilaian-penilaian dari orang lain dan teman sebayanya. Untuk menghindarkan diri dari perilaku FoMO diperlukan ruang – ruang publik yang mendorong kolaborasi, aktualisasi dan eksistensi remaja terpenuhi. Ruang publik ini bisa berupa tempat kegiatan dan aktivitas sosial yang pada satu sisi akan membentuk menciptakan iklim “terlepas” dari gadget tetapi disisi lain juga menunjang secara positif kebutuhannya. 

Menurut saya, perasaan FoMO dan berbelanja hanya untuk mengikuti tren ini dapat dikurangi dengan beberapa tips sebagai berikut:

a. Fokus pada diri sendiri dan pandai bersyukur Kita tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain karena setiap orang tidak sama prosesnya dalam menjalani kehidupannya, serta disebutkan bahwa sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu (Q.S Ibrahim: 7) 

b. Membatasi penggunaan media sosial dan gadget, dengan mencari koneksi nyata Salah satu penyebab FoMO dipicu oleh tren ikut-ikutan orang lain, sehingga dengan membatasi diri dalam penggunaan media sosial, dan menjalin hubungan sosial maka akan dapat mengurangi FoMO. 

c. Membuat skala prioritas dalam mengatur keuangan Belilah segala kebutuhan sesuai dengan kadarnya, tidak kurang dan tidak lebih. Hindari membeli sesuatu yang tidak atau kurang diperlukan. 

d. Hemat (tidak boros), menabung, dan perbanyak sedekah Allah SWT berfirman, “Dan termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, orang-orang yang apabila menginfakkan harta, mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, di antara keduanya secara wajar” (Q.S Al-Furqon: 67). 

e. Hindari berhutang Dalam Islam, tidak dianjurkan untuk berhutang apabila tidak benar-benar dalam keadaan membutuhkan dan mendesak. Rasulullah SAW, bersabda : “Barang siapa hutang uang kepada orang lain dan berniat akan mengembalikannya, maka Allah akan luluskan niatnya itu; tetapi barang siapa mengambilnya dengan niat akan membinasakan (tidak membayar), maka Allah akan merusakkan dia.” (HR. Bukhari). 

Dengan tips-tips tersebut, maka akan dapat memperbaiki mental remaja utamanya remaja perempuan dan meminimalisasi perilaku berlebih-lebihan saat belanja. 


REFERENSI
Al-Qur’an Indonesia http://quran-id.com 

Carolina, Monica dan Mahestu, Gayes. 2020. “Perilaku Komunikasi Remaja dengan Kecenderungan FoMo”. Jurnal Riset Komunikasi Vol. 11, No. 1. 

Karnadi, Alif. 2022. Pengguna Internet di Indonesia Capai 205 Juta pada 2022. 
   URL: https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-internet-di-indonesia-capai-205-jutapada-2022 (diakses pada tanggal 23 Mei 2022). 

Pluang. 2022. “Tips Mengatur Keuangan dalam Ajaran Agama Islam”. 
   URL: https://pluang.com/id/blog/resource/tips-mengatur-keuangan 

Regita, Santa. 2020. Fear Of Missing Out (FOMO), Ketakutan Kehilangan Momen. 
   URL: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13931/Fear-Of-Missing-Out-FOMOKetakutan-Kehilangan-Momen.html (diakses pada tanggal 23 Mei 2022). 

Siddik, dkk. 2020. “The Role of Self-esteem toward Fear of Missing Out among the Adolescence Using Social Networking Sites”. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No. 2. 

Suhari. 2019. Bajumu Yang Kelak Akan di Hisab. 
   URL: https://kumparan.com/suhariete/bajumu-yang-kelak-akan-di-hisab-1rMBryzVxx9 ,(diakses pada tanggal 23 Mei 2022). 

Tuasikal, Muhammad Abduh. 2011. Saling Berbangga dengan Harta
  URL: Sumber https://rumaysho.com/2138-saling-berbangga-dengan-harta.html (diakses pada tanggal 23 Mei 3022).
FOSEI UNSOED

Akun Official KSEI FOSEI Universitas Jenderal Soedirman