MASIGNCLEAN101

Media Sosial Jadi Ajang Flexing

6/04/2022

 Media Sosial Jadi Ajang Flexing

Penulis : Fiona Roselawati

Resecarch Department


        Di era keterbukaan infomasi ini segala informasi dapat kita akses dengan mudah. Pengaruh berkembangya IPTEK turut mempengaruhi dalam kemudahan akses berbagai informasi dari berbagai lintas daerah. Di masa ini muncul beragam media sosial yang digunakan untuk interaksi sosial tanpa halangan tempat dan waktu. Penggunaan media sosial dapat menjadi pisau bermata dua bagi penggunanya, yaitu dapat bermanfaat sekaligus merugikan. Seperti yang telah kita ketahui, fenomena yang terjadi belakangan ini diwarnai dengan maraknya penggunaan istilah flexing yang mungkin masih asing bagi masyarakat awam. Media sosial kerap dijadikan sebagai sarana flexing. Pada media masa banyak yang mewartakan kasus-kasus flexing para affiliator yang berujung penipuan. Mereka memamerkan kekayaannya yang terbilang fantastis untuk usia mereka yang masih muda. Namun, dibalik itu ternyata kekayaan yang mereka dapatkan dengan cara menipu orang. Hal tersebut akan menarik banyak orang terlebih pada masyarakat yang ingin apa-apa secara instan tanpa kerja keras. Tentunya flexing akan berdampak negatif terhadap pola pikir dan gaya hidup mereka. Flexing secara umum dapat diartikan sebagai bentuk dari pamer kekayaan. Konteks pamer di sini bukan hanya berbentuk dalam hal harta benda tetapi segala aktivitas yang menujukkan kemewahan dan kekayaan seseorang.

        Islam adalah agama yang syamil (lengkap) dan mutakamil (menyeluruh). Berbagai aspek kehidupan manusia sudah diatur secara lengkap dalam agama Islam. Oleh karenanya, perlu adanya pengkajian secara teoritis mengenai bagaimana perilaku flexing menurut perspektif hukum dalam agama Islam berdasarkan landasan hukum yang ada. Dengan memahami bagaimana perspektif Islam dalam menghadapi perilaku flexing, maka tentunya dapat dijadikan bahan pengingat dan arahan bagi generasi muda terutama generasi muslim agar tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan dan senantiasa berada dalam kebaikan.   

        Menurut perspektif Islam,  flexing tergolong ke dalam kategori riya’. Berbagai aspek kehidupan manusia sudah diatur secara lengkap dalam agama Islam, termasuk mengenai perilaku riya’. Secara bahasa, riya’ berasal dari bahasa Arab yaitu ra'a-yara-ruyan-wa ru'yatan yang artinya melihat. Secara istilah, riya adalah memperlihatkan diri kepada orang lain agar keberadaannya baik ucapan, tulisan, sikap, maupun amal perbuatannya diketahui. Riya juga dapat diartikan sebagai sikap ingin dipuji atau disanjung orang lain atas perbuatan yang telah dilakukan (Kristina, 2021). Dengan tegas, Allah SWT melarang umat Islam dari perbuatann riya’. Bahkan Allah SWT mengkategorikan orang yang berbuat riya sebagai golongan orang yang akan celaka. Allah SWT berfirman dalam surat Al Ma’un sebagai berikut:

 

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ - ١ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ - ٢ وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ - ٣ فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ - ٤ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ - ٥ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ - ٦ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ -


Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, yang berbuat riya, dan enggan (memberikan) bantuan.” (QS. Al Ma’un: 1-7) 

Dalam ayat tersebut sangat jelas disebutkan bahwa Allah Swt. tidak senang terhadap orang yang berbuat riya’. Bahkan meskipun orang tersebut telah menunaikan ibadah sholat, namun dosa akibat berbuat riya’ dapat membuat orang tersebut masuk dalam golongan orang yang celaka. Sebagai orang yang beriman tentunya kita tidak mau apabila kelak akan dimasukkan bersama golongan orang-orang yang celaka.

        Sebagai orang yang berpendidikan sebaiknya kita mampu menggunakan media sosial dengan baik untuk hal-hal yang bersifat positif. Kita juga harus memahami etika atau tata krama yang baik sebagai pengguna sosial media. Dalam hal pandangan etika, perilaku flexing yang dilakukan banyak generasi muda merupakan penerapan etika yang kurang baik. Berdasarkan kajian hadis yang dilakukan oleh Wahyudin Darmalaksana (2022), terdapat banyak hadis yang menjelaskan bahwa ada nilai-nilai moral dan etika universal yang ditinggalkan dalam flexing. Beberapa diantaranya, menurut hadis Bukhari No. 1326, 2648, 3373, dan 6809, harta bukan untuk dipamerkan serta bukan untuk disombongkan karena berdasarkan hadist Bukhari No. 799 dan Ibnu Majah No. 869, seluruh kekayaan adalah milik Allah Swt. Perilaku flexing hanya berupa ambisi, sedangkan dalam hadis melarang berbuat riya’ hanya karena ambisinya (Bukhari No. 2673). Selain itu, perilaku flexing hanya untuk tujuan kebangaan diri dan bentuk mendapatkan pujian adalah suatu kehinaan, sesuai dengan hadis “baju kemewahan (karena ingin dipuji) adalah kehinaan di akhirat” (Abu Daud No. 3511). Hasil akhir dari penelitiannya menyimpulkan bahwa perilaku flexing bertentangan dengan sekumpulan hadist yang menjadi landasan etika pada media sosial. Dimana etika dalam Islam yang meliputi kejujuran, kemanusiaan, kedamaian, sosial kemasyarakatan dan tanggung jawab sosial tidak diwujudkan dalam perilaku flexing. 

        Dalam islam, kita tidak boleh menyombongkan diri. Flexing hanya akan membuat kita semakin berbangga diri, melupakan nikmat yang diberikan dari Allah Swt. dan mengabaikan banyak saudara muslim yang masih hidup kurang berkecukupan. Flexing juga dapat menyebabkan munculnya penyakit iri dengki dari orang lain. Dari penyakit itulah dapat memunculkan penyakit ‘ain, yakni penyakit yang timbul dari pandangan mata orang yang iri dan dengki terhadap kenikmatan yang dirasakan oleh orang lain. Dalam kajian hadis tematik, media sosial memiliki keterkaitan dengan penyakit ‘ain, adanya media sosial dapat memudahkan kita dalam melihat segala hal yang dilakukan oleh orang lain baik dalam bentuk foto atau video. Dengan foto ataupun video tersebut dapat menimbulkan dari iri dan dengki dari orang yang melihatnya. Bahkan, terkadang penyakit ‘ain dapat timbul dari orang yang mendengarkan cerita dari orang lain walaupun ia tidak melihatnya (Amelia Kemala Sari, dkk : 2021)

         Tanpa kita sadari, mungkin kita pernah melakukan flexing  dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menyikapi adanya fenomena flexing pada media sosial, kita dapat melakukannya dengan cara menggunakan media sosial seperlunya saja. Mengurangi niatan untuk memposting hal-hal yang menunjukkan sikap pamer. Kita juga dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi-informasi yang bermanfaat bagi orang sekitar. Tak lupa, kita perlu memperkuat iman dan takwa kita dengan memperbanyak mengingat Allah, bersyukur dan bersikap rendah hati. 

        Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa perilaku flexing dalam persepktif Islam sangat dianjurkan untuk ditinggalkan karena dapat menimbulkan berbagai kemudharatan. Bahkan secara tegas Allah telah melarang umat muslim agar tidak berbuat riya’. Sebagai generasi muda, kita merupakan bagian dari tonggak perubahan bangsa. Sudah sepantasnya kita memberikan kontribusi terbaik kita kepada sesama melalui hal-hal yang bermanfaat. Kita tidak perlu menyombongkan diri atas segala kenikmatan yang telah kita dapatkan selama di dunia. Nilai-nilai agama Islam sangat perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bagi seorang muslim. Kita perlu memilah-milah hal mana yang baik dan hal mana yang buruk sehingga akan terhindar dari kesia-siaan. 


DAFTAR PUSTAKA 

Darmalaksana, W. (2022). Studi Flexing dalam Pandangan Hadis dengan Metode Tematik dan. Gunung Djati Conference Series, 8. Dipetik Mei 5, 2022, dari https://conferences.uinsgd.ac.id/index.php/gdcs/article/view/586

Kristina. (2021, November 6). Dipetik Mei 5, 2022, dari www.detik.com: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5798540/riya-adalah-penyakit-hati-yang-harus-dihindari-ini-ciri-cirinya#:~:text=Riya%20berasal%20dari%20bahasa%20Arab,sikap%2C%20maupun%20amal%20perbuatannya%20diketahui.

Sari, A. K. dkk. (2021, Desember 2). Penyakit 'Ain Dari Perspektif Hadits dan Relevansinya Dengan Media Sosial (Kajian Hadits Tematik). An-Nur, 10, 68-77. Dipetik Mei 5, 2022, dari http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Annur/article/viewFile/15554/7034


FOSEI UNSOED

Akun Official KSEI FOSEI Universitas Jenderal Soedirman